Sabtu, 27 Juni 2015

CARA MENGATASI DWELLING TIME DENGAN MENETAPKAN KOORDINATOR TUNGGAL DAN MENETAPKAN TARIF PROGRESIF DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK

JAKARTA (beritatrans.com) –Untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah dwelling time khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, tak bisa menyalahkan satu pihak. Yang pasti, masalah dwelling time yang masih tinggi di Pelabuhan Tanjung Priok harus segera diturunkan agar tidak memicu ekonomi biaya tinggi.

“Perlu percepatan pelayanan di seluruh instansi di pelabuhan. Selanjutnya ada koodinator tunggal di Pelabuhan Tanjung Priok. Yang tak kalah pentingnya juga memberlakukan tariff progresif di Gudang Penumpukan Pelabuhan Tanjung Priok,” kata pakar transportasi laut DR. L. Denny Siahaan kepada beritatrans.com di Jakarta, Kamis (25/6/2015).

Dikatakan, saat ini banyak instansi atau lembaga di Pelabuhan Tanjung Priok dan semua berkontribusi pada kelambatan arus keluar masuk barang di pelabuhan terbesar di Tanah Air itu. Jika mau menurunkan dwelling time, lanjut dia, harus ada single coordinator di Pelabuhan Tanjung Priok.

“Saya sepakat dengan usulan Menhub Ignasius Jonan untuk mengusulkan adanya koordinator tunggal di Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu Otoritas Pelabuhan. OP bisa menjadi koordinator seluruh instansi di pelabuhan. Tapi harus ada payung hukumnya yang tegas, bisa Keppres atau Perpres,” kata Siahaan.

Selama ini instansi di Pelabuhan Tanjung Priok masih “dibiarkan” seperti sekarang, menurut Siahaan, mereka seolah berjalan sendiri-sendiri. Implikasinya, target Pemerintah menurunkan dwelling time akan sulit diwujudkan.

“Kelancaran arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok itu banyak faktornya. Mulai pemilik barang, lembaga yang menerbitkan izin atau dokumen, serta pemilik barang itu sendiri. Jadi, bukan hanya PT Pelabuhan Indonesia dan Otoritas Pelabuhan serta Kementerian Perhubungan. Meski semua dokumen sudah selesai, tapi jika pemilik tak juga mengeluarkan barangnya sama lambatnya,” papar Siahaan yang juga anggota Komite Sistem Logistik Nasional (Sislognas) Kantor Menko Perekonomian itu.

Selanjutnya untuk mendorong percepatan arus barang dan pemilik barang mau segera mengeluarkan barang miliknya, menurut Siahaan, perlu diberlakukan tariff progresif. “Selama ini, pemilik barang lebih suka menimbun barangnya di gudang pelabuhan, karena tarifnya lebih murah. Akan lain jadinya jika tariff di pelabuhan mahal dan progresif, mereka akan bergegas mengeluarkan barangnya dari gudang pelabuhan,” sebut Siahaan.

Misalnya, kalau barang di pelabuhan sewanya Rp1 juta semalam, dua malam naik menjadi Rp3 juta dan malam ketiga naik lagi menjadi Rp6 juta. “Tarif progresif ini akan mendorong pemilik barang dan pemangku kepentingan lainnya untuk secepatnya membawa keluar barangnya dari gudang pelabuhan,” tandas Siahaan.

Satu hal yang tak boleh dilupakan, semua instasni di Pelabuhan Tanjung Priok yang terkait langsung dengan arus keluar masuk barang meningkatkan pelayanan, memotong jalur birokrasi sekaligus membasmi korupsi. “Jika semua itu bisa dilakuka, kita optimis akan bisa menekan dwelling time dan biaya logistic nasional bisa diturunkan,” tegas doktor jebolan dari Unhas Makassar itu.(helmi)